Kita telah mengetahui bahwa substansi manusia terdiri atas jiwa dan raga, maka tidak heran jika filsafat manusia memberikan pengertian manusia sebagai ”jiwa yang membadan” atau ”raga yang berjiwa”. Jika dalam teori behavioristik ~ teori yang dianggap paling efektif dalam pembentukan akhlaq ~ keberadaan jiwa benar-benar diabaikan. Dalam behavioristik, akhlaq dipandang sebagai hasil penguatan (reinforcement) atas rangsang-rangsang yang dikondisikan/dikehendaki sehingga melahirkan perilaku-perilaku yang terkondisi. Perilaku-perilaku yang terkondisi ini akan memiliki kecenderungan merespon sama atas rangsang (stimulus) yang sejenis. Seorang anak yang senantiasa dituruti kemauannya tanpa penundaan dapat menjadi anak yang manja dan tidak peka dengan kondisi sosialnya. Perilaku yang terkondisi itulah yang disebut oleh behavioristik sebagai akhlaq. Behaviorisme mengabaikan adanya proses kejiwaan seseorang, baginya, akhlaq adalah bentukan dari rangsang yang disertai dengan penguatan yang diulang-ulang. Itu saja. Saya telah meluruskan pengertian akhlaq ini dalam "Meluruskan Kembali Pengertian Akhlaq".
Kita tidak hendak menolak secara keseluruhan teori behavioristik ini, tapi kita tidak bisa mengabaikan begitu saja keberadaan proses dalam jiwa. Karena seperti yang telah sampaikan di artikel itu, jiwa merupakan substansi dasar selain raga yang memberikan status hidup pada diri manusia. Tanpa jiwa, manusia mati, tidak bisa mengekspresikan hidupnya. Proses dalam jiwa ini menjadi bagian terpenting dalam proses pembentukan akhlaq. Tapi sebelum masuk kesana, kita harus tahu terlebih dahulu bagaimana struktur jiwa sehingga kita mengetahui bagaimana proses jiwa bekerja.
Dalam menjelaskan struktur jiwa ini, ada dua jalan yang bisa kita pilih, jalan yang mudah dan jalan yang agak berliku. Jalan yang mudah adalah dengan cara mencomot saja salah satu struktur jiwa yang ada dalam berbagai teori-teori kepribadian. Ada literatur yang melimpah untuk menjelaskan ini. Dan kecenderungan saya, akan memilih Freud dengan stuktur jiwa id, ego, dan superego. Tetapi, saya akan merasa kalah telak jika ada pertanyaan : ”mengapa struktur jiwa dibagi atas tiga hal tersebut : id, ego dan superego?” Karena saya tidak menemukan dalam literatur psikoanalisa ~ setidaknya yang telah saya baca ~ penjelasan tentang hal ini. Maka saya memilih jalan kedua dengan membangun sendiri pendasaran tentang struktur jiwa ini. Setidaknya, meski nanti memungkinkan memiliki kesimpulan yang sama dengan Freud, tapi saya bisa menunjukkan mengapa saya memilih struktur jiwa ini, dan juga jika saya menggunakan bahasa saya sendiri, anda akan mengetahui pula pendasaran saya menggunakan istilah tersebut.
Dalam mencapai tujuan ini saya akan memulai dari hal yang paling bisa kita ukur, yaitu akhlaq. Jika kita telah mendefiniskan akhlaq sebagai ekspresi jiwa, maka kita bisa lihat struktur itu dari akhlaq. Saya telah meminta setidaknya 80 mahasiswa yang pernah mendapatkan pelajaran tentang psikologi dan akhlaq untuk menulis satu saja akhlaq dari mereka yang benar-benar disadari apa pembentuknya. Saya juga mewawancarai beberapa lulusan jurusan Psikologi tentang hal yang sama. Sekalian ini juga bisa digunakan sebagai langkah untuk menentukan faktor-faktor penyebab terbentuknya akhlaq. Dari berbagai sebab-sebab akhlaq itu kemudian saya klasifikasikan dalam kelompok-kelompok tertentu. Kelompok-kelompok inilah yang menjadi analogi struktur jiwa itu.
Dari pendapat 80 mahasiswa dan beberapa alumni jurusan Psikologi pada satu perguruan tinggi negeri di Surabaya itu tersusunlah daftar sebab-sebab akhlaq berdasar hasil introspeksi diri. Sebagai berikut :
- Orang Tua/Keluarga
- Sekolah
- Teman Bermain
- Pengalaman Taumatik
- Pengalaman Unik/Membekas
- Pengkondisian : Penghargaan/Hukuman
- Ideologi
- Cita-cita
- Organisasi
- Genetik
- Perasaan
- Pikiran
Mekanisme bekerjanya tiap-tiap faktor sebab akhlaq diatas akan saya posting dalam artikel yang tersendiri. Maka sekarang kita perlu melakukan klasifikasi terhadap sekumpulan faktor-faktor diatas.
NILAI :
- Keluarga
- Sekolah
- Teman Bermain
- Pengkondisian
- Pengalaman
- Ideologi
- Cita-cita
- Organisasi
BAWAAN :
-Insting
EKSEKUTOR :
- Pikiran
- Perasaan
JASMANI :
Genetik
Maka dari hasil klasifikasi ini dapat disusun struktur jiwa, yang terdiri atas kumpulan nilai-nilai, bawaan dan pengambil keputusan (eksekutor). Kumpulan nilai-nilai ini dalam psikoanalisa disebut sebagai super-ego (uber es), bawaan disebut dengan id (ich) dan eksekutor disebut sebagai ego (es).
Lho mas, kenapa perasaan koq ditaruh di eksekutor ? Ini akan saya bahas secara tersendiri.
Struktur Akhlaq
Setelah kita mengetahui struktur Jiwa, maka kita juga perlu menyusun struktur akhlaq. Hal ini dapat kita ketahui dengan memperhatikan proses-proses lahirnya akhlaq. Untuk lahirnya akhlaq, pertama kali kita harus mendapatkan stimulasi dari kondisi aktual yang berada di sekitar kita. Kondisi aktual tersebut pertama kali di proses oleh raga dengan memanfaatkan fungsi-fungsi indrawi sepeti kulit, mulut, mata, hidung atau telinga. Dari hasil pengindraan itu kemudian didapatkan tanggapan atau persepsi. Persepsi ini merupakan peristiwa kejiwaan yang pertama dalam struktur akhlaq. Apa kita persepsi itu kemudian diolah oleh struktur jiwa, yaitu bawaan, nilai-nilai dan sang eksekutor. Dalam proses kejiwaan itu berkecamuk antara desakan-desakan bawaan dan nilai-nilai. Keduanya saling berebut pengaruh agar eksekutor memilih desakan mereka. Eksekutor dapat saja memilih salah satu dari dua desakan itu, atau memilihi keputusannya sendiri. Hasil dari keputusan eksekutor ini muncul dalam bentuk kemauan/keinginan (konasi) yang melahirkan motif untuk berperilaku (respon). Perilaku ini kemudian mendapatkan penguatan (reinforcement) sebelum menjadi akhlaq.
Dari sini dapat kita simpulkan struktur akhlaq terdiri atas stimulus, indra, jiwa dan penguatan.
Kita tidak hendak menolak secara keseluruhan teori behavioristik ini, tapi kita tidak bisa mengabaikan begitu saja keberadaan proses dalam jiwa. Karena seperti yang telah sampaikan di artikel itu, jiwa merupakan substansi dasar selain raga yang memberikan status hidup pada diri manusia. Tanpa jiwa, manusia mati, tidak bisa mengekspresikan hidupnya. Proses dalam jiwa ini menjadi bagian terpenting dalam proses pembentukan akhlaq. Tapi sebelum masuk kesana, kita harus tahu terlebih dahulu bagaimana struktur jiwa sehingga kita mengetahui bagaimana proses jiwa bekerja.
Dalam menjelaskan struktur jiwa ini, ada dua jalan yang bisa kita pilih, jalan yang mudah dan jalan yang agak berliku. Jalan yang mudah adalah dengan cara mencomot saja salah satu struktur jiwa yang ada dalam berbagai teori-teori kepribadian. Ada literatur yang melimpah untuk menjelaskan ini. Dan kecenderungan saya, akan memilih Freud dengan stuktur jiwa id, ego, dan superego. Tetapi, saya akan merasa kalah telak jika ada pertanyaan : ”mengapa struktur jiwa dibagi atas tiga hal tersebut : id, ego dan superego?” Karena saya tidak menemukan dalam literatur psikoanalisa ~ setidaknya yang telah saya baca ~ penjelasan tentang hal ini. Maka saya memilih jalan kedua dengan membangun sendiri pendasaran tentang struktur jiwa ini. Setidaknya, meski nanti memungkinkan memiliki kesimpulan yang sama dengan Freud, tapi saya bisa menunjukkan mengapa saya memilih struktur jiwa ini, dan juga jika saya menggunakan bahasa saya sendiri, anda akan mengetahui pula pendasaran saya menggunakan istilah tersebut.
Dalam mencapai tujuan ini saya akan memulai dari hal yang paling bisa kita ukur, yaitu akhlaq. Jika kita telah mendefiniskan akhlaq sebagai ekspresi jiwa, maka kita bisa lihat struktur itu dari akhlaq. Saya telah meminta setidaknya 80 mahasiswa yang pernah mendapatkan pelajaran tentang psikologi dan akhlaq untuk menulis satu saja akhlaq dari mereka yang benar-benar disadari apa pembentuknya. Saya juga mewawancarai beberapa lulusan jurusan Psikologi tentang hal yang sama. Sekalian ini juga bisa digunakan sebagai langkah untuk menentukan faktor-faktor penyebab terbentuknya akhlaq. Dari berbagai sebab-sebab akhlaq itu kemudian saya klasifikasikan dalam kelompok-kelompok tertentu. Kelompok-kelompok inilah yang menjadi analogi struktur jiwa itu.
Dari pendapat 80 mahasiswa dan beberapa alumni jurusan Psikologi pada satu perguruan tinggi negeri di Surabaya itu tersusunlah daftar sebab-sebab akhlaq berdasar hasil introspeksi diri. Sebagai berikut :
- Orang Tua/Keluarga
- Sekolah
- Teman Bermain
- Pengalaman Taumatik
- Pengalaman Unik/Membekas
- Pengkondisian : Penghargaan/Hukuman
- Ideologi
- Cita-cita
- Organisasi
- Genetik
- Perasaan
- Pikiran
Mekanisme bekerjanya tiap-tiap faktor sebab akhlaq diatas akan saya posting dalam artikel yang tersendiri. Maka sekarang kita perlu melakukan klasifikasi terhadap sekumpulan faktor-faktor diatas.
NILAI :
- Keluarga
- Sekolah
- Teman Bermain
- Pengkondisian
- Pengalaman
- Ideologi
- Cita-cita
- Organisasi
BAWAAN :
-Insting
EKSEKUTOR :
- Pikiran
- Perasaan
JASMANI :
Genetik
Maka dari hasil klasifikasi ini dapat disusun struktur jiwa, yang terdiri atas kumpulan nilai-nilai, bawaan dan pengambil keputusan (eksekutor). Kumpulan nilai-nilai ini dalam psikoanalisa disebut sebagai super-ego (uber es), bawaan disebut dengan id (ich) dan eksekutor disebut sebagai ego (es).
Lho mas, kenapa perasaan koq ditaruh di eksekutor ? Ini akan saya bahas secara tersendiri.
Struktur Akhlaq
Setelah kita mengetahui struktur Jiwa, maka kita juga perlu menyusun struktur akhlaq. Hal ini dapat kita ketahui dengan memperhatikan proses-proses lahirnya akhlaq. Untuk lahirnya akhlaq, pertama kali kita harus mendapatkan stimulasi dari kondisi aktual yang berada di sekitar kita. Kondisi aktual tersebut pertama kali di proses oleh raga dengan memanfaatkan fungsi-fungsi indrawi sepeti kulit, mulut, mata, hidung atau telinga. Dari hasil pengindraan itu kemudian didapatkan tanggapan atau persepsi. Persepsi ini merupakan peristiwa kejiwaan yang pertama dalam struktur akhlaq. Apa kita persepsi itu kemudian diolah oleh struktur jiwa, yaitu bawaan, nilai-nilai dan sang eksekutor. Dalam proses kejiwaan itu berkecamuk antara desakan-desakan bawaan dan nilai-nilai. Keduanya saling berebut pengaruh agar eksekutor memilih desakan mereka. Eksekutor dapat saja memilih salah satu dari dua desakan itu, atau memilihi keputusannya sendiri. Hasil dari keputusan eksekutor ini muncul dalam bentuk kemauan/keinginan (konasi) yang melahirkan motif untuk berperilaku (respon). Perilaku ini kemudian mendapatkan penguatan (reinforcement) sebelum menjadi akhlaq.
Dari sini dapat kita simpulkan struktur akhlaq terdiri atas stimulus, indra, jiwa dan penguatan.
8 komentar:
keren banget. niy pasti bener deh!quw stuju banget. tapi kliatannya qu udah pernah dapet deh! dimana yah? -ivander-
semoga dengan ini, bisa jadi ramuan jitu untuk mengenal, memahami dan mengendalikan diri kita....
En... ramuan jitu buat its juga tentunya....!!!
-thank's mas ya-
It can be inferred that you try to find an empirical explanation for Freud's theory. I thought you're trying to find new viewpoints start from nothing.
However, it's an amazing new way to learn. I didn't see many students (and lecturers) who learn with your way.
kalau menurut saya sederhananya "akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan". kutipan ini ada dalam pandangan Ibnu Maskawih dan Al Ghozali
I wish not approve on it. I regard as polite post. Specially the appellation attracted me to study the intact story.
Amiable brief and this enter helped me alot in my college assignement. Thanks you seeking your information.
Opulently I assent to but I about the post should prepare more info then it has.
hmm...jadi mana yang lebih berperan dalam membentuk akhlak, pendidikan atau lingkungan?
makasih pencerahannya...
Posting Komentar