Dengan proses bergulirnya waktu, ketika kehidupan hanya berpijak pada nilai praktis dan materialisme seperti sekarang ini, masihkah keberadaan Tuhan dibutuhkan. Ketika sehari-hari yang dipikirkan adalah bagaimana menyambung hidup dengan berbagai himpitan ekonomi yang membuat nafas kita sesak. Tidak ada waktu untuk memikirkan yang lain. Hidup memang harus terus berjalan, tapi tapak-tapak kaki kehidupan seakan telah melepuh. Pada kondisi seperti ini, berbicara tentang Tuhan menjadi semakin tidak penting.
Yang kita butuhkan adalah satrio piningit yang akan membawa kemakmuran dan keadilan yang selama ini hanya sekedar mimpi dan dongeng. Kita lebih membutuhkan sosok pemimpin yang mau memperhatikan kepentingan rakyat. Harapan kita tidak terlalu tinggi, yang kita harapkan hanyalah sekedar masalah perut, bukan kepala, hati atau kaki.
Tapi justru ketika kita mengharapkan datangnya sosok pemimpin yang sedemikian itu di negeri yang sangat terkenal ini, kita tidak pernah benar-benar menemukan sosok yang seperti itu. Tidak ada lagi publik figur yang bisa memandu kita menuju ke arah kehidupan yang lebih baik. Hilangnya rambu-rambu moral membuat kita semakin kehilangan arah. Semakin jauh kita mencari, semakin dalam keputus-asaan mendera kita.
Mungkin... inilah saatnya kita berhenti sejenak sekedar mengambil napas. Kemudian melanjutkan perjalanan ke dalam diri kita yang paling dalam. Mencari kemana Tuhan pergi. Mengapa Ia seakan meninggalkan kita. Dan jika kita telah menemukannya secara bersama-sama, kita memohon maaf kepadaNya. Memohon disambungkan kembali tali silaturahmi kepadaNya. Sehingga rambu-rambu moral kembali tegak, kaki kehidupan dapat kembali melangkah dengan kokoh. Dan sang Pemimpin itu akhirnya akan datang membawa kemakmuran dan keadilan.
Yang kita butuhkan adalah satrio piningit yang akan membawa kemakmuran dan keadilan yang selama ini hanya sekedar mimpi dan dongeng. Kita lebih membutuhkan sosok pemimpin yang mau memperhatikan kepentingan rakyat. Harapan kita tidak terlalu tinggi, yang kita harapkan hanyalah sekedar masalah perut, bukan kepala, hati atau kaki.
Tapi justru ketika kita mengharapkan datangnya sosok pemimpin yang sedemikian itu di negeri yang sangat terkenal ini, kita tidak pernah benar-benar menemukan sosok yang seperti itu. Tidak ada lagi publik figur yang bisa memandu kita menuju ke arah kehidupan yang lebih baik. Hilangnya rambu-rambu moral membuat kita semakin kehilangan arah. Semakin jauh kita mencari, semakin dalam keputus-asaan mendera kita.
Mungkin... inilah saatnya kita berhenti sejenak sekedar mengambil napas. Kemudian melanjutkan perjalanan ke dalam diri kita yang paling dalam. Mencari kemana Tuhan pergi. Mengapa Ia seakan meninggalkan kita. Dan jika kita telah menemukannya secara bersama-sama, kita memohon maaf kepadaNya. Memohon disambungkan kembali tali silaturahmi kepadaNya. Sehingga rambu-rambu moral kembali tegak, kaki kehidupan dapat kembali melangkah dengan kokoh. Dan sang Pemimpin itu akhirnya akan datang membawa kemakmuran dan keadilan.
3 komentar:
ketika seseorang meyakini suatu agama/keyakinan, kitab suci merupakan sebagai panutan yang tidak akan melakukan kesalahan, tidak seperti sosok yang masih mungkin melakukan kesalahan
wah lagi ragu sama tuhan yh masbro??
semoga kita diberikan pemimpin yang bijaksana dari tuhan, amiin..
Posting Komentar