Sudah menjadi rahasia umum apabila saat ini penyerangan terhadap Kekristenan baik di Amerika, Inggris dan di belahan bumi lainnya mengalami peningkatan yang luar biasa baik di media-media, sekolah, pengadilan dan yang paling sering adalah gereja. Dalam budaya yang secara sistematis berusaha untuk terus mendiskreditkan atau menjelekkan Kristus dan FirmanNya, Dr. Erwin Lutzer seorang pakar teologia yang juga adalah seorang pendeta untuk wilayah Chicago telah melakukan suatu penelitian dan berkesimpulan bahwa: “The Da Vinci Code merupakan penyerangan paling serius terhadap Kekristenan yang pernah saya saksikan.”
Terlepas dari pernyataan yang begitu berani, mari kita lihat lebih jauh tentang novel karya Dan Brown yang begitu terkenal ini, dimana segera filmnya dengan judul yang sama akan segera beredar dan akibat yang mungkin terjadi terhadap gereja dan kebudayaan.
Bagaimanapun Dan Brown telah mampu membuat kita percaya bahwa “seluruh penjelasan tentang karya seni, arsitektur, dokumen-dokumen dan ritual-ritual rahasia dalam novel ini adalah benar-benar akurat,” The Da Vinci Code merupakan karya fiksi, lengkap dengan orang baik, penjahat dan peristiwa-peristiwa berbahayanya. Sang tokoh protaganis, Robert Langdon, pakar pemecah kode dari Harvard, seorang yang memiliki karakter yang tulus tapi pasif dengan sedikit keruwetan. Novel ini menyajikan plot-plot yang bisa disebut luar biasa, dengan kalimat-kalimat yang cukup baik, sehingga tidak mudah terlupakan. Sebagai novel fiksi yang “popular” bisa dikatakan sangat menghibur, namun sesuai dengan jenis novelnya belum tentu mampu menjadi novel klasik. Namun The Da Vinci Code telah menjadi sensasi dunia.
Kejadian utama dalam novel ini yang begitu mampu menarik perhatian adalah tentang suatu teori konspirasi yang mengisahkan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena. Setelah kematian Yesus, Maria kabur dengan anak mereka dan menjadi symbol “wanita suci” dari suatu agama pagan kuno.
Teori ini bukan merupakan hal baru bagi Dan Brown; siapapun pelajar yang begitu serius mempelajari tentang sejarah eklesiastikal atau pelajaran tentang gereja pastilah sangat terbiasa dengan tradisi kuno ini (albeit aberrant), yang mana sejak lama telah dinyatakan baik oleh Katolik maupun Protestan adalah merupakan suatu bidah atau pelecehan. Bagaimanapun, seseorang harus melakukan penggalian (bahkan tidak perlu terlalu dalam) terhadap dasar “sejarah” tentang tradisi ini untuk lebih yakin lagi, bahwa semua ini, hanyalah kisah fiksi belaka.
Namun penyerangan yang dilakukan oleh The Da Vinci Code terhadap Kristus dan Firman-Nya, Alkitab, meluncur lebih dalam dari hanya sekedar sebuah penyerangan teori konspirasi kuno belaka. Dengan menanamkan benih keraguan dalam pikiran pembaca tentang keberadaan Alkitab, baik novel maupun film-nya telah melakukan suatu penyerangan langsung terhadap otoritas Kitab Suci. Menurut sejarawan fiksi Leigh Teabing, salah satu tokoh rekaan Tuan Brown, bahwa Kaisar Romawi Constantine telah memilih diantara injil-injil kuno dan memilih yang paling pas dengan agenda politik yang dijalankannya, termasuk juga menciptakan satu buku yang sekarang ini kita kenal sebagai Alkitab. (Dalam kenyataannya, Kitab Suci kanonik belum diajukan pada konsili gereja sampai dengan kematian Constantine—Dewan Nicene Constantine lebih memperhatikan masalah ketuhanan dan kealamian Kristus.) Pelajaran sejarah Tuan Brown yang “fiksional” merupakan kecerdikan pseudo-academic dimana sejarah itu telah berulangkali ditolak oleh para cendikiawan sejarah dan ahli Alkitab.
Idealnya, hanya mereka yang begitu naif yang mau mengambil hal tersebut untuk ditonjolkan sebagai karya fiksi; namun, kebenaran yang menyedihkan adalah banyak orang tidak terlalu mengangap penting Firman Tuhan, dan yang lebih buruk lagi mereka lebih memilih untuk tidak percaya kepada Firman itu. Bagi mereka, kesalahan-kesalahan yang disajikan dengan pintar dalam Novel The Da Vinci Code adalah kebenaran yang mereka butuhkan agar supaya mereka dapat terus menolak otoritas Alkitab.
Ironisnya, hal ini terdapat dalam konteks yang mana pembaca akan diperkenalkan pertama kali kepada hal yang sangat menarik yaitu tentang “Rangkaian Perhitungan Fibonacci dan Proporsi Ilahi.” Perhatikan sidebar untuk bukti yang mengagumkan yang mendukung terjadinya penciptaan, penciptaan.
Dikutip dari:
Christian Answer