Jumat, Desember 31, 2010

SUPRIONO, Menggendong Mayat Anaknya di Jalan Karena Kemiskinan

Supriono, seorang pemulung, membawa mayat anaknya menyusuri jalan-jalan di Jakarta karena tidak mampu membiayai penguburannya. Ironis, di tengah masyarakat ibu kota yang gemerlap.

Sri suwarni, warga Manggarai, Jakarta Selatan, terkejut bukan kepalang, kakinya gemetar. Supriono, pria yang perna mengontrak rumah petaknya, bertandang secara tiba-tiba dengan cara aneh, mengendong mayat anaknya. Tamu yang sehari-hari berprofesi sebagai pemulung itu mengaku kebinggungan mencari tempat untuk menguburkan anaknya, “ kata Supriono kepada Sri, pada sebuah Magrib hari Minggu, 5 juni lalu.

Awalnya, Sri mengira anak dalam gendongan Supriyanto itu tidur lelap. Apalagi Supriono, pria asal Muntilan, Jawa Tenggah, itu menggendong mayat Nur Khaerunisa, anaknya, seolah sedang meninabobokan. “ saya piker dia mau jalan-jalan dan butuh ongkos,” kata Sri kepada Tempo, jumat pekan lalu. Sri jadi lemas ketika di jelaskan bahwa anak dalam gendongan itu telah menjadi mayat.

Pertemuan Supriono dengan Sri itu merupakan ending drama memilukan yang dialami pemulung kardus dan botol plastik bekas itu. Sekaligus menjadi akhir kisah sedih Supriono sepanjang hari, menyusuri jalan-jalan Jakarta dengan menggendong anaknya yang telah tiada. Tanpa diminta, Supriono pun bercerita kepada Sri Suwarni.

Awal juni lalu adalah awal dari kegundahan Supriono. Anak bungsunya, Nur Khaerunisa, sedang sakit muntaber, sementara biaya berobat tidak ada. “ Saya hanya membawanya sekali ke puskesmas, dokter menyuruh merawat inap, tapi saya tidak punya uang, “ kata Supriono. Apa boleh buat, tubuh kecil tidak berdaya itu meringkuk di gerobak berukuran sekitar 2 meter persegi, berbaur dengan kardus dan botol plastik bekas. Dalam kondisi seperti itu, Khaerunisa masaih dibawa ayahnya bekerja memungut barang-barang bekas.

Sebenarnya, dokter di puskesmas setiabudi, Jakarta Pusat, meminta Supriono membawa kembali anaknya untuk berobat. Kemelaratan yang mendera keluarga pemulung itu menbuat sang ayah menolak anjuran dokter. Sekali berobat ke puskesmas, dia harus membayar Rp. 4.000. meski biaya berobat itu sama dengan ongkos parkir mobil di Jakarta kota, Supriono tidak sanggup membayarnya karena ia hanya seorang pemulung.

Sebagai pemulung, penghasilannya sekitar Rp. 10 ribu setiap hari. Uang itu harus cukup untuk biaya makan dia dan dua anaknya. Muriski Saleh dan Nur Khaerunisa. Bagaimana bisa mengobati anak, apalagi sampai menungguinya di puskesmas? Pekerjaan pemulung harus tetap dijalani. Khaerunisa yang lemas kesakitan terpaksa pula dibawa dalam gerobak, sesekali dicandai oleh kakaknya, Muriski saleh.

Tuhan rupanya turun tanggan menyelamatkan gadis cilik tanpa dosa ini, setelah empat hari meringkuk dalam gerobak, Khaerunisa dipanggil menghadap ke haribaan-Nya. Pikul 07.00 pagi di hari Minggu, bocah berumur 3 tahun itu menghembuskan napas terakirnya di peraduan Tuhan, sebuah gerobak tua yang berada di sebuah “rumah” yang lapang tanpa atap dan dinding, di bawah kereta laying kawasan Cikini. Supriono berkabung, Muriski tak tahu adiknya meninggal, dan orang-orang sibuk lalu lalang.

Supriono merogoh saku bajunya. Ada sedikit uang tersisa, tapi tak sampai Rp. 10.000. “ jangankan menguburkan anak, untuk membeli kain kafan saja saya tidak mampu,” katanya. Kemelaratan membuat Supriono nekat ingin membawa mayat Si bungsu ke Kampung Kramat, Bogor, menggunakan kereta rel listrik ( KRL ) Jabotabek. Disana, sebuah lokasi tempat kaumnya para pemulung bermukim, dia berharap mendapat bantuan penguburan. Jakarta tak memungkinkan hal itu. Begitu terlintas dalam pikiran Supriono.

Mayat si bungsu pun dibawa menggunakan gerobak, alat kerja sekaligus tempat tidur kedua anaknya setiap hari. Dia menyusuri Jalan Cikini, Manggarai, menuju Stasiun Tebet. Mendekati Stasiun, Khaerunisa dibopong menggunakan kain sarung layaknya menggendong anak yang masih hidup, agar tidak terlihat sudah meninggal, wajah gadis mungil itu ditutup kain kaus. Sementara itu tangganya yang lainnya menuntun Muriksi Saleh, bocah enam tahun.

Melihat pria menggendong anak dengan muka tertutup, seorang pedagang minuman iseng bertanya, “saya jawab anak saya sudah mati dan akan dibawa ke Bogor,” kata Supriono berterus-terang. Keterusterangan ini membawa celaka, calon penumpang lain yang mendengar jawaban itu serontak geger. Hari gini gendong mayat naik KRL? Supriono pun digelandang bak pesakitan ke kantor polisi Tebet.

Supriono lalu diperiksa di polsek Tebet, lebih dari empat jam duda cerai dengan Sariyem itu di interogasi aparat. Kesimpulannya, polisi tetap curiga, lalu memutuskan mengirim mayat Khaerunisa untuk di otopsi. Supriono tunduk dan menyerah. Tetapi di kamar mayat RSCM, dia menolak tegas anaknya di otopsi. Masalahnya, ia tidak punya uang untuk biaya otopsi itu, selain dia kasihan melihat mayat putrinya yang sudah tenang dibedah. Tubuh kaku Khaerunisa akhirnya tidak jadi dibedah, namun Supriono meneken surat pernyataan penolakan otopsi.

Aneh bin ajaib ( atau karena Supriono seorang pemulung? ), mayat kecil itu diperbolehkan dibawa keluar rumah sakit dengan cara digendong. Ke mana sang anak harus dikuburkan? Pertanyaan itu menghujani pikiran Supriono. Dalam keadaan binggung, ia membopok mayat anaknya ke jalanan. Sejumlah sopir ambulans sempat menawarkan jasa untuk mengangkut mayat itu. Jasa? Ya, jasa di Jakarta berarti uamg. Sopir ambulans mengurungkan jasa itu begitu mendengar Supriono tidak punya uang untuk membayar.

Orang kecil seperti ditakdirkan berteman dengan orang kecil. Para pedagan sekirat RSCM, beberapa orang lagi yang kebetulan ada di trotoar, mulai urunan memberi uang sekedarnya untuk Supriono. Merasa cukup punya uang dari sedekah, supriono memanggil sopir bajaj. Ia tiba-tiba teringat Sri Suwarni, pemilik rumah petak yang perna disewanya beberapa tahun lalu. Bajaj pun meluncur ke jalan Manggarai Utara VI,Jakarta Selatan, rumah petak Ibu Sri.

Sri menetaskan air mata. Perempuan mana yang tidak menangis mendengar kisah sedih di hari Minggu itu? Tubuh mungil dalam balutan kain sarung warna merah kekuningan itu lantas direngkuh dari dekapan Supriono. Mayat itu lalu di baringkan diatas kasur tipis yang berada di ruang tamu rumahnya. Wanita berusia 40 tahun itu lalu meminta bantuan tetangganya. Warga setempat akhirnya dengan tulus urunan membantu mengurus jenazah, ada yang membeli kain kafan, ada yang memasang bendera kuning disudut-sudut gang, ada yang berdoa dan memandikan. Keesokan harinya, putri bungsu Supriono dimakamkan di Blok A6 No.3 Taman Pemakaman Umum ( TPU ) Menteng Pulo, bunga surga itu pun akhirnya bisa beristirahat dengan tenang, diantar orang-orang miskin yang kaya amal.


Kisah Supriono, bak cerita dari negeri donggeng, menyentak banyak orang. Berbagai media cetak dan telivisi mengangkat berita itu menjadi headline. Berbagai kalangan menyatakan berniat menyumbang, dari sekedar memberi dana, memberi pekerjaan pada Supriono, sampai membiayai sekolah Muriksi Saleh. Pendek kata, cerita pilu pemulung itu mengusik naluri masyarakat yang kini semakin materialistis.

Menurut Asisten Bagian Kesejahteraan Masyarakat Sekda DKI Jakarta, Rohana Manggala, kasus Supriono seharusnya tidak terjadi selama ini Pemda menyediakan pelayanan gratis bagi orang tidak mampu. “Syaratnya mudah, tinggal meminta surat keterangan tidak mampu dari RT/RW dimana dia berdomisili,” katanya. Agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi, Rohana berharap pengurusan RT aktif melakukan sosialisasi soal ini.

Siapa sebenarnya Supriono? “ saya mengenal keluarga Supriono hanya sebentar. Tahun 2003 lalu mereka mengontrak rumah petak saya”. Kata Sri Suwarni. Ketika itu, Supriono mengontrak sebuah kamar berukuran 6 meter persegi. Sewa rumah panggung berdinding papan tripleks dan seng bekas itu perbulan Rp. 140 ribu. Saat tinggal dirumah kantrakan, kata Sri, Supriono bersama istrinya Sariyem membawa banyak perabotan seperti televisi 20 inci dan kipas angin.

Sri tidak mengikuti perkembangan Supriono sejak keluarga itu tidak lagi mengontrak rumahnya. Terakir kabar yang diterima Sri adalah Supriono bercerai dengan istrinya, yang memilih pulang kampung, sejak pisah dengan istrinya, Supriono hidup menggelandang dengan dua anaknya menyusuri jalan-jalan di Jakarta. Dia sengaja membuat gerobak kayunya tertutup di bagian tengahnya untuk tempat tidur dan berlindung dua anaknya. Di bagian depan gerobak di buat kotak yang digunakan untuk menyimpan baju dan keperluan anaknya. “saya mangkal di halte depan Gereja ( Isa Almasih ) Cikini. Kalau lagi hujan, gerobak saya bawa ke halte, biar anak-anak tidak kehujanan,” tutur Supriono tentang “domisilinya” itu.

Tuan-tuan pejabat di DKI, kalau domisili Supriono seperti itu, ke mana dia harus meminta surat keterangan tidak mampu?.

Dikutip dari Majalah Berita Mingguan TEMPO, edisi 13-19 Juni 2005

Senin, Agustus 09, 2010

Cheap Blackberry

If you're in need for a cheap blackberry but not due for an upgrade in your contract, you might be down in the dumps. Either you can tough it out and wait how ever many years and months until you get an upgrade, or you bite the bullet and pay $499 to $599 for a fresh one from your service provider. While many reading this are familiar with eBay, I doubt any are aware of some of the tricks I'm about to share that make jaw dropping eBay deals float to the top. Lets get right into it.

A great wa

Read more ...

Selasa, Agustus 03, 2010

Lagu Wali Band Mencari Jodoh versi Fabrizio Faniello

Dunia internet dikejutkan dengan kemunculan Lagu Wali Band "Mencari Jodoh" yang digubah menjadi syair bahasa Inggris oleh Fabrizio Faniello, dan berganti judul menjadi "I no can do". Lagu yang dipack dalam versi MP3 dengan kapasitas sekitar 3,7 MB telah diunduh lebih dari 13588 kali.

Aku juga baru tahu pagi ini dari temen-temen, eh pas cari di google nemu juga. Kalau mau download, berikut ini linknya :
4shared.com/audio/A3BBWevh/Fabrizio_Faniello_-_I_no_can_d.htm

Yang mau lihat langsung:


Senin, Maret 22, 2010

Paus Benediktus Minta Maaf Kepada Anak-Anak Korban Pelecehan Seksual

Kota Vatikan (ANTARA/Reuters) - Pemimpin Tahta Suci Vatikan, Paus Benediktus, pada Sabtu menyampaikan permintaan maaf kepada para korban pelecehan seksual anak oleh pendeta di Irlandia.

Paus juga mengumumkan penyelidikan formal Vatikan terhadap Keuskupan Roma Katolik Irlandia dan seminari yang dihantam skandal pelecehan seksual terhadap anak-anak tersebut.

Dalam beberapa pekan belakangan ini, Vatikan berusaha menahan diri menyangkut meluasnya skandal pelecehan terhadap anak oleh para pendeta di beberapa negara Eropa mencakup Irlandia, Jerman, Austria dan Belanda.

"Kalian telah menderita secara memalukan dan saya benar-benar meminta maaf. Saya secara terbuka menyatakan sangat merasa malu dan penyesalan yang dalam yang kita semua merasakannya," kata Paus Benediktus dalam sepucuk surat terbuka kepada rakyat Irlandia mengenai kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak oleh uskup di Irlandia.

Surat itu, yang ditujukan kepada rakyat, para uskup, pendeta, dan para korban pelecehan di negara yang berpenduduk mayoritas Katolik, tersebut tidak menyinggung tentang pelecehan serupa negara-negara lain, terutama negara asal Paus Benediktus, Jerman.

Pada Rabu lalu, dalam pidatonya di hadapan para peziarah dan wisatawan di Bundaran St. Peter di Vatikan, Paus Benediktus mengatakan ia berharap suratnya itu akan "membantu pertobatan, penyembuhan dan pembersihan diri."

"Sebagaimana Anda tahu, dalam beberapa bulan ini gereja di Irlandia sangat terguncang akibat krisis pelecehan seksual terhadap anak-anak. Sebagai tanda keprihatinan saya yang dalam, saya telah menulis sepucuk surat pastoral yang bakal dapat memulihkan situasi yang menyakitkan ini," katanya.

"Saya minta Anda semua untuk membaca surat itu dengan hati yang lapang dan dengan semanagt keyakinan. Harapan saya adalah bahwa hal itu akan membantu proses pertobatan, penyembuhan dan pembersihan diri," ujar Paus Benediktus.

Surat kepada rakyat rakyat Irlandia, yang merupakan pertama kali dalam sejarah kepausan itu menitikberatkan pada kasus paedofilia, menyusul laporan-laporan yang menyudutkan pemerintah Irlandia menyangkut pelecehan terhadap anak oleh pendeta di Keuskupan Dublin.

Laporan Murphy, yang dipublikasikan pada November mengungkapkan bahwa gereja di Irlandia "secara jelas" mendiamkan kasus pelecehan anak di Keuskupan Dublin dari tahun 1975 hingga 2004, dan menerapkan kebijakan "jangan bertanya, jangan mengatakan."

Meskipun surat Paus Benediktus ditujukan kepada rakyat Irlandia, namun berdampak pula bagi skandal paedofilia di sejumlah negara Eropa termasuk Jerman.

Dikutip dari Yahoo

Senin, Februari 22, 2010

Samawiyah, Wanita dari Sumenep Yang Mengaku Nabi

Warga Sumenep, Madura digemparkan dengan pengakuan seorang wanita yang mengaku dirinya sebagai nabi. Wanita bernama Samawiyah (30), ini tinggal di Desa Angon Angon, Arjasa, Pulau Kangean.

Dalam ajaran yang disebarkan, Samawiyah meminta agar warga muslim tidak perlu naik haji, karena dalam dirinya telah ada ka'bah. Selain itu pengikutnya diwajibkan puasa seumur hidup.

Samawiyah yang lama ditinggal suaminya kerja di Malaysia ini sudah hampir satu tahun mengaku senagai nabi. Selama satu tahun berdakwah, dia berhasil merekrut pengikut sebanyak 18 sampai 25 orang.

Orang-orang yang menjadi pengikut Samawiyah ini mayoritas adalah keluarga terdekat dan orang yang sudah terpengaruh ajaran sesat tersebut. Bahkan, para pengikutnya juga sangat tunduk dan patuh.

Terbongkarnya adanya nabi dan ajaran nyleneh setelah warga Pulau Kangean resah dengan ajaran tersebut. Karena tidak ingin ajaran ini semakin meluas, warga pun melaporkannya ke kepala desa.

"Warga melaporkan ke saya. Lalu, diawasi dan baru ditindaklanjuti ke tingkat muspika," kata Kepala Desa Angon Angon, Moh Ridha, saat berbincang dengan detiksurabaya.com.

Dipungut dari Yahoo News Indonesia

Sabtu, Februari 06, 2010

Busyet, Rumahku Kebanjiran

Hujan yang mengguyur Surabaya sejak sore hari kemarin menjadikan rumahku mungil dan beberapa rumah tetanggaku seperti berada di tengah-tengah danau. Ya, rumahku kebanjiran. Tidak sampai masuk rumah sih, tapi sudah sampai didepan pintu. Bahkan ada tetanggaku yang rumahnya udah kemasukan air hujan. Ini adalah banjir terparah yang kami alami.

Dulu, daerah Wonocolo - Surabaya, jika terjadi banjir, yang banjir bukan daerah pemukiman, tetapi jalan-jalannya yang banjir. Karena dulu posisi jalan lebih rendah dari rumah. Namun karena pemerintah ingin menanggulangi banjir, maka selokan diperbaiki sekalian juga jalan. Perbaikan ini membawa konsekuensi posisi selokan dan jalan harus lebih tinggi. Sehingga jika banjir datang, jalan tidak tergenang air. Dan banyak orang masih tetap bisa berlalu lalang menjalankan aktifitasnya.

Pada awalnya kami senang, adanya pembangunan jalan, karena jalan di depan rumah menjadi beraspal dan tidak lubang-lubang. Pembangunan Jatim Expo di dekat rumahku juga menjadikan harga tanah, rumah dan sewa menjadi tinggi. Tapi sekarang kami sadar, pembangunan yang atas nama kebaikan bersama harus membawa konsekuensi bagi kami secara pribadi. Dan.. kami tidak boleh protes.

Jika kami memilih menaikkan posisi rumah kami, banjir akan kembali ke jalan. Dan seperti yang sudah-sudah, pemerintah dengan dana besarnya yang berasal dari kami akan kembali menaikkan jalan. Sehingga pada akhirnya percuma juga kan..

Aku jadi bingung.. Pemimpin.. kami harus bagaimana?

Kamis, Februari 04, 2010

Google Sandbox Tips

Seperti yang saya tulis kemarin, saya ingin mengeluarkan blog ini dari sandbox google, agar backlink yang dulu telah aku kumpulkan bisa kembali. Dan tentu saja dengan baliknya backlink itu, maka pagerank blog ini juga bisa kembali ke PR3. Kalau sudah keluar dari sandbox dan mendapatkan kembali pagerank yang seharusnya, aku ga muluk-muluk, cuma akan aku jadikan dummy blog aja. Dan kemudian kembali menjadi tempat menuangkan ide dan pikiran aku. Sehingga di kemudian hari bisa jadi evaluasi perjalanan pikiran dan ide-ide aku.

Ada beberapa tips yang kulakukan agar keluar dari sandbox. Jika sukses, berarti anda harus mencoba tips ini.

1. Aku ganti template blog ini

2. Aku melakukan posting rutin setiap hari

3. Aku add url salah satu url posting blog ini ke google (bukan url homepage loh)

4. Aku berdoa agar keinginanku terkabul

5. Aku sekarang sedang menunggu hasilnya

Rabu, Februari 03, 2010

How To Free Out From Google SandBox ?

Sejak backlink blog ini hilang tak berbekas, rasa "care" pada blog ini menjadi berkurang dan hampir-hampir tidak ada semangat untuk mengelola blog ini. Jika beberapa kali mengunjungi blog ini dikarenakan ada job review yang mampir. Atau karena ada komentar spam yang mampir dan perlu dibersihkan. Namun kemarin saya mengunjungi blog ini dan membaca beberapa komentar yang masuk. Ironis! ternyata blog masih ada yang mampir dan memberikan komentar pada posting-posting saya yang lama, yang hampir keseluruhannya (asal bukan yang berbahasa Inggris) adalah hasil pikiran saya yang saya tuangkan disini. Maka saya bertekad untuk keluar dari sandbox ini.

Pertama kali yang saya lakukan, mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang bagaimana cara keluar dari google sandbox. Saya hanya akan mempertimbangkan artikel-artikel yang berasal dari pengalaman pribadi. Kata orang "pengalaman adalah guru yang paling bijaksana". Jika berasal dari pengalaman pribadi dan sukses, berarti ada contoh kongkrit yang sukses. setelah itu mencoba satu persatu teknisnya. Bagi teman-teman blogger yang punya pengalaman sukses keluar dari sandbox google, please kasih masukan dan share disini dong..